Ganasnya nafsu teman lama - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Gemi menarik tangan saya, mengajak kesuatu ruang yang telah dia booking. Saya masuk bersamanya, setelah pintu dikonci kembali dia langsung duduk di sofa dan langsung memerintah saya:

"Sini Dod, jongkok di depan saya..?

Saya langsung jongkok dengan muka menghadap dengkulnya dekat sekali. Sambil senyum dia angkat kaki kanannya lalu dia taruh dimuka saya sambil menyuruh:

"Dod, buktikan bahwa kamu benar2 bersedia menyerahkan diri di bawah kekuasaan saya, coba jilatin telapak kaki saya, buatlah saya senang ok?"

Saya tanpa ragu2 menciumi telapak kakinya dan menjilat jilat seperti anjing diiringi senyum dari Gemi. Kaki yang satu lagi diletakan di atas kepala saya dan ditekan hingga kepala saya menuju keubin, tapi saya terus menciumi kakinya. Dia mainkan kakinya di atas kepala, sebenarnya saya merasa terhina diperlakukan demikian tapi saya sudah setuju menerima semua perlakuan yang hina darinya.

Sambil mengangkat muka saya dengan kakinya seraya berkata:

"Gimana Dod, senang kamu diperlakukan seperti ini?"

Saya hanya mengangguk.

"Sekarang lepas baju kamu semua, saya mau mulai mengikat kamu dalam keadaan telanjang bulat. Saya mau ganti baju dulu yang tentunya akan membuat kamu berdebar donk, mau kan? Tapi setelah baju kamu lepas semua, kamu tunggu saya kembali dengan kneel down"

Dia langsung meninggalkan saya sendiri sementara saya melepas baju semua dan kneel down menunggu dia kembali.

Ketika pintu terbuka kembali muncul Liza dengan busana yang sangat sexi, ia mengenakan bahan cotton tipis warna hitam yang melingkar di dadanya sekedar menutupi dan menahan bdnya yang mencuat besar dan rok ketat dari cottot hitam pula panjang sampai kekaki mulai pinggulnya. Terlihat seperti mudah merosot karena hampir kebawah melewati pinggul. Sedangkan bahan cotton tersebut mempunyai belahan samping sampai ke pinggul pula, sehingga kalau dia melangkah tercuatlah belahan pangkal paha yang putih itu. Kedua lenganya memakai sarung tangan kulit mengkilap sampai siku dan memegang long single whip kira-kira 2 meter panjangnya serta membawa sesuatu di tangan sebelahnya. Ia sambil tersenyum manis menghampiri saya dengan detak sepatu hak tingginya. Terlihat cantik, cruel dan harumnya semerbak, entah parfum apa yang digunakan sehingga tercium agak merangsang.

Ia duduk kembali sambil bertopang kaki di hadapan saya yang sedang kneel down dan berkata:

"Dod, sekarang sebelum terlambat saya mau tanya lagi sama kamu bahwa kamu benar2 akan menyerahkan diri sebagai slave saya malam ini?" Karena kalau hati kamu sudah bulat dan mengatakan "Ya", maka selanjutnya kamu tidak bisa mundur lagi, tidak bisa kabur dan selalu harus mengerjakan perintah saya, gimana.. ini pertanyaan terakhir kali sebelum saya memakaikan collar ini di leher kamu sebagai simbol bahwa kamu adalah slave saya sepanjang malam ini? Jawab yang jujur dari hati kamu, jangan menyesal nantinya..?

"Ya..saya bersedia menjadi slave kamu malam ini, dan selalu akan menerjakan apa yang diperintahkan. Apabila ada kesalahan saya yang membuat kamu tidak suka maka saya bersedia menerima hukuman yang apapun tapi safe dari kamu"

"Good boy".. "Nah, sini mendekat.. letakkan muka kamu dipangkuan saya saya akan memakaikan collar ini dan kamu boleh mengendus harumnya tubuh saya, ok?"

Sementara muka saya menempel pada gaun hitam yang ia gunakan dan berkhayal atas apa yang berada dibalik gaun tersebut menempel di muka saya, Liza memakaikan collar di leher saya dan ternyata collar tsb cukup lebar (4") dari bahan kulit keras warna hitam sehingga saya tidak bisa lagi menekuk kepala untuk melihat kebawah. Liza memakaikan collar ini cukup ketat, serasa agak sulit menggerakkan kepala saya. Setelah selesai dia menguncinya dengan gembok kecil dan seutas rantai disangkutkan yang berguna untuk mengendalikan dan menarik bila saya melawan arah yang ditentukan Liza.

Saya disuruh berdiri dan dia mengambil tangan kiriku, kemudian dia melekat restraint kulit hitam kepergelangan tangan dan di konci dengan kuat oleh gesper besi, begitu pula yang sebelah kanan. Kemudian dia bergerak ke belakangku, setelah menyangkutkan dua utas tali di kedua pergelangan yang telah di restraint, di tarik kebelakang dan ditekuk silang ke arah leher dan ujung2 talinya di masukkan kegelang kecil yang ada di collar kemudian ditarik sampai tanganku bertekuk kearah leher silang. Setelah itu itu ujungnya diikatkan ke tangan2ku kembali, sangat ketat sekali sehingga benar2 saya tidak dapat menggerakkan tangan lagi

Saya hanya melihat saja tanpa bicara di ikuti senyum manisnya Liza, tapi entah apa dibalik senyumnya yang manis itu, mungkin sudah terlintas di benaknya siksaan apa yang akan dilakukan setelah saya benar2 tidak berdaya di bawah kekuasaannya.

Setelah dia merasa yakin bahwa ikatannya tidak bisa terlepas lagi, kemudian dia melanjutkan ke pergelangan kaki saya dengan memasangkan belengu kulit hitam dan diantaranya ada rantai menghubungkan kedua restraint tersebut kira-kira 10" panjangnya. Saya tahu, dia menggunakan belengu kaki seperti itu agar saya tidak dapat lari menghindar darinya ketika dia berbuat sesuatu.

"Nah, Dod, sekarang kamu benar2 tidak berdaya kan? Kamu tidak akan bisa melawan dan menolak lagi atas apa yang akan saya perbuat terhadap kamu". Katanya sambil menghimpit saya dengan pelukannya yang sangat erat yang cukup menaikkan nafsu berahi saya dan membuat si dul berdiri tegang karena parfumnya yang merangsang, sentuhan buah dadanya yang menghimpit dan terutama kata2nya seolah dia benar2 wanita yang telah menguasai hidup saya malam ini tanpa ada peluang untuk melawan, karena itu saya diam saja tidak bicara, hanya memandangi wajahnya dan tubuhnya yang aduhai.

Macam2 peralatan penyiksaan lagi yang aku tidak tahu penggunaannya, pasti untuk menyakiti orang. Wah, Liza benar2 menyewa ruang yang lengkap sekali, kalau harus mencoba semua mungkin memang sampai pagi dengan penuh rasa sakit.

"Nah Dod, kita sudah sampai, saya akan membuka sumbatan mulut kamu karena sebelum mulai, kamu harus membuat saya klimax dulu karena sudah dari tadi berahi saya tinggi melihat kamu bugil dan terikat seperti itu". Dia membukakan sumbatan mulut saya dan menariknya ketempat tidur. Dia menyuruh saya jongkok sementara dia duduk di atas tempat tidur dan mulai membuka kakinya hingga lebar dan pahanya mulai mengangkang yang diiringi senyumnya. Dia mulai menyibakkan gaunnya yang cukup menutupi pussynya. Terlihat pussynya sudah dicukur dan masih bewarna merah muda tapi sudah agak lebar lobangnya. Mungkin Liza tidak di sunat karena terlihat jengernya cukup panjang tergantung.

"Dod, kamu harus menjilat pussy saya, dan menghisap kelentitnya, buat saya klimax, dan segala cairan yang keluar tidak boleh jatuh, kamu harus menelannya, mengerti?!!".. "Ya, saya akan mengerjakan semua perintah dan patuh"

Saya mulai menjilat jilat seperti anjing dan menghisap hisap kelentitnya dengan keras yang membuat Liza berdesah keras serta menggoyang goyangkan pantatnya. Saya terus menjilat dan menghisap sampai terasa ada cairan mengalir dari lobangnya terasa sedikit asin dan bau kencing. Saya terus menghisap dan menelan apa yang keluar dari lobang tersebut diiringi desahan dan goyangan keras dari Liza.

"Terus Dod, jangan berhenti.. jangan coba2 berhenti atau saya akan mencambuk dengan keras..!!" Saya terus melakukan perintahnya tanpa suara dan gerak badan karena tangan saya masih terikat kebelakang tanpa daya. Tiba2 dia mencambak rambut ku dan berkata:

"Dod, sekarang saya mau kamu menjilat lobang pantat saya, tusuk2 dengan lidah kamu sementara saya mau hidung kamu juga menusuk lobang pussy saya.. hayo kerjakan..!

Dia mulai mengangkat kedua kaki keatas, memberikan peluang kepada saya agar mudah menjilat lobang pantatnya. Dia menarik rantai leher saya dan menunjuk kearah pantatnya agar dijilat dengan mata melotot tapi penampilannya tetap cantik.

Saya melakukan semua perintahnya meskipun sedikit ada bau tai dan semerbak pussy tercium jelas membuat si dul benar2 tegang tapi tanpa ada yang memanfaatkan. Dia terus menggelinjang dan saya tidak boleh berhenti sampai ada perintah darinya. Terus.. dan terus.. menjilat lobang tsb..

Terlihat pula Rack yang berbentuk tempat duduk dimana orang akan duduk dengan kaki terbuka dan ditempat pahanya terdapat belengu2 serta di bawahnya terdapat pula belengu untuk pergelangan kaki. Diatasnya ada belengu untuk leher, kepala, badan dan tempat merentang tangan lengkap dengan belengunya. Terlihat ada putaran pula yang berbentuk henjotan sepeda. Mungkin kalau di putar akan merentang kaki hingga melebar, pasti akan sakit rasanya.. ngeri..!

Sampai suatu saat, dia menjambak rambut saya lagi dan berkata:

"Sekarang saya mau kamu memfuck saya dengan mulut, ok?"

Di memakaikan sumbat lagi yang berbentuk penis cukup panjang dan besar, yang membuat mulut saya kembung. Tapi di depannya tersambung sebuah penis karet yang cukup panjang kira-kira 7 Cm dan bagian bawah agak kecil tapi sama panjang. Ternyata alat ini akan dimasukkan kedalam vaginanya dan duburnya kemudian saya harus melakukan blowjob mulut.

Alhasil suasanya ini membuat Liza berteriak teriak kenikmatan dan mencambak rambuta saya dengan keras cukup membuat rasa sakit di kepala saya.

"Terus Dod, jangan berhenti sampai ada perintah, buat saya menjadi puas.. terus Dod.. aahh.. ahh.. aahh. Ternyata dia sampai klimax dan dia buru2 melepaskan sumbat tersebut dan saya diperintahkan membersihkan vaginanya dengan mulut, karena dia bilang bahwa mulut saya saat ini adalah tissunya.

Setelah bersih, semua lendir yang keluar sudah saya telan, tiba-tiba dia berkata lagi:

"Dod, saya mau kencing dulu, tapi karena kamu malam ini adalah toilet saya maka kamu harus ikut ke kamar mandi.. ayo". Dia menarik rantai leher saya lagi menuju ke kamar mandi.

Sampai di kamar mandi saya disuruh jongkok dengan kepala tengadah ke atas dan dia diri di atas saya sambil mengangkangkan vagina ke mulut saya. Kemudian terdengar suara desis air kencing yang keluar dari lobang vaginanya dan mengalir deras ke mulut saya tanpa tertahankan lagi. Dan saya tetap disuruh menelannya. Ketika air kencingnya mengalir mulai sedikit, dia menarik kepala saya dan saya disuruh membuka mulut lebar2, dia menekan mulut saya ke vaginanya. Saya disuruh menghisap sisa kencing tersebut sampai habis dan dijilatin hingga bersih karena dia tidak mau cebok lagi, cukup dengan jilatan saya saja. Setelah itu dia memandikan saya, kami mandi bersama tapi tangan dan kaki saya masih terikat sehingga dia dengan leluasa melakukan segala sesuatunya tanpa halangan. Dia juga membersikan lobang pantat saya karena itu akan diperlukan nanti dalam suasanaya selanjutnya.

Setelah selesai dia membawa saya keluar dan membukakan seluruh ikatan. Tapi dia membawa saya mendekati kerangkeng besi dan membukanya. Saya disuruh masuk. Dengan susah payah saya masuk dengan membungkuk, seperti sujut kemudiaan dia menekan pintunya dari atas untuk menutup. Memang agak sulit menutup pintunya karena kerangkeng tsb agak kecil, tapi dia memaksa menekan hingga benar2 bisa tertutup kemudian dia menggemboknya. Tinggal saya mengeluh ngeluh di dalam kerangkeng kecil tersebut yang terus dipandangi oleh Liza dengan baju basah kuyup hingga terlihat cetakan tubuhnya yang masih aduhai.

"Dod, kamu sudah cukup membuat saya puas tadi dan hadiahnya saya memasukkan kamu di kerangkeng kecil ini.. enak 'kan?" Dia tertawa sambil memberikan jari2 kakinya ke jeruji besi menyuruh saya mengisapnya. Saya melakukan yang dia perintahkan meski yang bisa bergerak hanya mulut dan lidah, sementara semua badan tidak bergerak.

"Dod, tunggu sebentarnya didalam kerangkeng ini karena sebentar lagi dua orang teman saya akan datang dan saya akan mengganti baju basah ini dengan penampilan yang lain dan akan membuat kamu terpana lagi kok, betul deh.. tunggu ya". Dia menghilang dibalik pintu, sementara saya terus meringkuk di dalam kerangkeng kecil ini menunggu, karena tanpa dibantu membukakan gembok, saya tidak lepas dari kerangkeng ini, sementara konci gembok dibawa oleh Liza.
"Sekarang saya mau mengajak kamu ke suatu ruang yang cukup jauh tempatnya dan kamu harus mengikuti saya, tidak boleh jatuh. Kalau jatuh tentunya kamu harus di hukum sampai kamu bangun kembali tanpa terdengan suara, ok?"

Dia mulai berjalan dengan menarik rantai yang menempel di collar saya dan saya mengikuti dengan susah payah dengan lari2 kecil karena langkah saya sangat pendek dan terhalang dengan restraint yang berantai sangat pendek. Dia melihat sambil tertawa dan terus berjalan serta menarik rantai tersebut. Sampai suatu saat saya terjatuh karena kalah langkah dengannya. Dia marah dan mulai mecambuk saya cukup keras yang membuat saya mengaduh dan berusaha berdiri.

"Saya sudah bilang tidak boleh jatuh dan bersuara, tapi kamu masih melawan", katanya. "Saya tidak bisa mengikuti langkah kamu dalam keadaan seperti ini dan cambukan itu sakit", kataku. "Wah, malah bicara.. berarti mulut kamu harus disumbat, ok?"

Tanpa bicara dia mengambil seutas tali lagi yang ada tergantung di tembok dekat situ dan dia membuka celana dalamnya kemudian menggulung gulung menjadi gumpalan.

"Buka mulut kamu yang lebar", katanya. Saya diam saja memandang wajahnya. Sambil menampar mukaku dia memerintah lagi: "Saya bilang buka mulut kamu yang lebar, mau melawanya? Kamu tahu kan kalau melawan hukumannya akan lebih berat. Sekarang mau buka atau tidak? Saya tunggu 3 detik".. Saya membuka mulut dan dia langsung memasukkan gumpalan celana dalamnya kemulut saya dan diikat dengan tali yang berlilit sampai tiga kali, kemudian diikatkan kebelakang kepala.

"Dod, sekarang biar kamu mau teriakpun tidak akan terdengar suara lagi. Kalau tidak percaya saya akan mengetesnya". Dia mula mencambuk lagi ke badan dan saya hanya menggelinjang melompat lompat dengan teriakan yang tersumbat. Satu lagi, dia mulai mengitik ketiak, perut yang membuat saya geli dan tertawa tapi hanya suara kecil yang keluar dari mulut saya serta tidak bisa menghindar terlalu jauh karena langkah terhalang dengan belengu rantai yang pendek.

Sambil menjambak rambut saya dia berkata: "Bagaimana? Sekarang kamu mulai berjalan lagi ya, ok?" Dia mulai menarik lagi tapi ketika saya jatuh lagi dia mulai mencambuk lagi dan saya berusaha cepat berdiri tanpa suara tapi selalu diikuti muka yang meringis. Dia terlihat senang melihat adegan ini dan selalu berusaha mempermainkan saya. Sambil berlari-lari kecil dalam keadaan terikat dan bugil mengikuti langkah Liza yang disengaja jalannya agak cepat agar saya sulit mengikuti langkahnya.

Sampailah di suatu ruang yang tidak begitu besar dan agak redup karena lampu yang ada di situ hanya warna biru dan merah yang membuat suasana menjadi romantis tapi tegang karena di tembok tergantung segala macam peralatan BDSM dan semua terbuat dari kulit atau besi, serta terdapat pula bermacam macam cambuk, dari yang kecil sampai besar bentuknya. Terdapat pula sebuah tempat tidur yang disetiap sudut ada rantai dengan belenggu dan dibagian depannya ada seperti pedal sepeda. Mungkin untuk memutar agar rantai dapat ditarik.

Terdapat pula Xrack dari kayu hitam lengkap dengan belengunya, serta sebuah pasungan yang cukup aneh bentuknya. Ada beberapa rantai tergantung di atap, mungkin untuk menggantung dan di tembok terdapat putaran yang berbentuk henjotan sepeda pula yang dapat diputar untuk menaikkan rantai yang tergantung.

Terlihat dibawah rantai yang tergantung ada rantai dengan belengunya dua buah yang muncul dari dalam lantai. Itu juga mungkin bisa ditarik untuk meregangkan kaki karena letaknya cukup jauh kira-kira tiga meter dari lobang keluar rantai tersebut. Dan tak jauh di depannya muncul besi terpancang dari lantai kira 1 meter tinggi dan ujung atasnya seperti stir mobil. Mungkin alat untuk memutar dan menarik rantai yang keluar dari dalam lantai.

Terlihat pula seperti kerangkeng kecil, kalau dilihat dari bentuknya tidak muat untuk manusia. Mungkin kalau dipaksa sih pasti bisa tapi badan akan terhimpit menjadi kecil tanpa bisa bergerak lagi. "Wah mengerikan juga nih peralatan yang akan digunakan Liza kepadaku", pikirku.

Bersambung . . . . .




Komentar

0 Komentar untuk "Ganasnya nafsu teman lama - 2"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald