Penjahat kelamin - 1

0 comments

Temukan kami di Facebook
Elizabeth terdiam memikirkan perkataan Robin. Robin baru saja mengomentari cara berpakaiannya hari itu. Elizabeth pikir baju yang dikenakannya cukup stylish. Ia seorang pemerhati mode dengan menyimak majalah-majalah terbitan dalam maupun luar negeri. Ia juga menonton acara-acara fashion di televisi. Ia tahu apa yang dikenakannya petang itu cukup pantas dan trendy. Tetapi kenyataannya Robin berpikiran lain.

"Kamu pakai baju itu jadi kelihatan seperti anak sekolah."

Elizabeth mengenakan rok mini model hipster, stocking warna putih susu, dilengkapi sepatu berhak stiletto lima senti berwarna senada.

Sikap percaya dirinya sedikit terusik. Tapi ia segera kembali bersikap tenang dan mencoba berpikir positif terhadap komentar Robin. Elizabeth tersenyum dan berkata,

"Oh? Saya pikir baju yang saya kenakan membuat saya tampak beberapa tahun lebih muda. Sayang kamu nggak berpikir demikian."

Robin mengerling dengan ekspresi skeptis. Elizabeth mendekati sofa tempat Robin duduk, mengulurkan kedua lengannya menyentuh pipi Robin, kemudian merunduk mengecup bibir Robin. Dengan cepat dan agak kasar Robin menarik Elizabeth ke pangkuannya, kemudian diciumnya bibir Elizabeth dengan gemas. Setelah bercumbu sekitar lima menit, mereka pun merapikan diri untuk keluar makan malam sesuai rencana.

Di mobil, Robin bercerita tentang beban pekerjaannya yang minggu itu terasa lebih berat dibanding minggu-minggu sebelumnya. Hal itu disebabkan salah seorang rekan kerjanya dipecat karena terlibat kasus penggelapan sejumlah besar uang milik perusahaan. Dari samping, Elizabeth mendengarkan sambil memandangi wajah kekasihnya yang tampan dengan ekspresi seriusnya. Elizabeth mencintai Robin. Ia memujanya lebih dari siapapun di dunia. Elizabeth begitu tergila-gila dengan semua yang ada pada diri Robin. Perasaannya terhadap Robin begitu indah hingga ia tidak berhenti bersyukur. Ia merasa beruntung karena telah dipertemukan dengan Robin.

Sepanjang perjalanan menuju restoran Azzura, tempat favorit mereka selama enam bulan terakhir, Robinlah yang mendominasi pembicaraan. Elizabeth hanya mengomentari dengan beberapa patah kata di sana sini. Setibanya di restoran, greeter segera menyambut,

"Selamat malam Bu Elizabeth. Wah.. Anda terlihat cantik sekali malam ini! Selamat malam Pak Robin. Mari saya antar ke meja."

Malam itu terasa menyenangkan bagi Elizabeth. Suasana restoran yang romantis dengan cahaya lilin berpendaran di atas meja mendukung terciptanya kemesraan di antara mereka berdua. Elizabeth tersenyum hampir sepanjang waktu. Lelucon-lelucon Robin selalu mampu membuat Elizabeth tertawa lepas. Makanan dan minumannya pun terasa lebih enak dari biasa. Meski demikian ia tak mampu makan banyak. Kegairahan dan kebahagiaannya malah membuat nafsu makannya berkurang.

"Kamu makan terlalu sedikit. Ayo dong dihabiskan makanannya." Robin mengomentari.
"Nggak ah, aku sudah ngerasa kenyang. Makasih buat makan malam yang indah ini, sayang."

Tersenyum manis Elizabeth menjawab sambil mengusap mesra lengan Robin. Robin mendekatkan wajahnya hingga pipi Elizabeth terkena hembusan hangat nafas Robin. Elizabeth merasakan hasrat Robin terhadap dirinya. Beberapa kali pada beberapa kesempatan, mereka bercumbu hangat hingga mencapai titik dimana mereka merasakan keinginan kuat untuk mempersatukan jiwa raga dalam api cinta yang membara.

Namun tiap kali Robin harus menahan diri setengah kecewa, saat Elizabeth tiba-tiba berhenti dan mencegahnya melakukan tindakan lebih lanjut. Elizabeth memegang teguh prinsipnya untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum resmi terjadi pernikahan di antara mereka. Ia menuruti anjuran John Gray, Phd. Seorang penulis Amerika, dalam bukunya yang berjudul: Mars and Venus: On a Date. Di buku tersebut ditulis tentang pentingnya wanita membatasi hubungan fisik dengan pasangan prianya sampai tahap tertentu dalam kencan, agar wanita mendapatkan rasa hormat dari pasangan prianya, demikian pula sebaliknya, hingga hubungan mereka dapat berhasil mencapai jenjang pernikahan.

Malam itu langit cerah berbintang, bulan membulat penuh, saat mereka keluar dari restoran menuju mobil Robin di tempat parkir. Mereka tidak perlu memikirkan beban pekerjaan kantor karena besok hari libur. Jadi mereka masih punya malam cukup panjang untuk dilewatkan bersama. Robin meluncurkan mobilnya menuju dermaga pantai di pinggir kota. Dermaga tersebut adalah tempat dimana banyak orang yang tinggal di kota mengunjunginya, untuk menemukan suasana lain, juga pemandangan indah lepas pantai. Di sekitar dermaga terdapat beberapa pub tempat orang bersosialisasi sambil minum, serta bermain bilyar.

Setibanya di dermaga, mereka bergandengan tangan menuju ujung dermaga untuk menikmati pemandangan ke arah laut lepas. Angin pantai bertiup lembut menyibak ke belakang rambut Elizabeth yang panjang hingga bahu. Jemari tangan Robin meremas jemari tangan Elizabeth sambil melirik wajahnya dari samping. Cahaya bulan memperjelas figur wajah Elizabeth, yang dari samping tampak melankolis, namun dengan rahangnya yang tegas menciptakan perpaduan kelembutan dan keteguhan hati. Elizabeth mendongakkan wajah memandang Robin. Mereka berhenti berhadap-hadapan.

Robin menundukkan wajah menautkan bibirnya di bibir Elizabeth. Begitu lembut Robin mengecup bibir Elizabeth hingga dapat ia rasakan getaran dan kelembabannya. Robin belum mau berhenti menikmati manis bibir Elizabeth, lidahnya mulai menyelusup bergelut dengan lidah Elizabeth. Bersamaan dengan itu ia rapatkan tubuh Elizabeth ke tubuhnya hingga ia rasakan hangat dan kenyal kedua tonjolan payudara Elizabeth di dadanya. Mereka berciuman dan berpagutan, menghirup hembusan hangat nafas satu sama lain.

Gairah Robin tersulut, dan ada sesuatu mulai mengeras di pangkal paha Robin menekan perut Elizabeth. Elizabeth berusaha menyingkirkan pikiran untuk menyentuhnya, kemudian menghentikan ciuman dan mengendorkan pelukan. Robin tahu ini akan terjadi, ia pun turut berhenti. Setelah sejenak mendinginkan kepala dan meredakan gairah yang sempat meletup, mereka pun masuk ke dalam salah sebuah pub.

Mereka duduk di bar dan memesan red wine. Musik dari jukebox mengalun menghidupkan suasana pub yang saat itu dikunjungi sekitar sepuluh orang pengunjung. Interior pub bergaya mediterania dengan warna-warna hangat yang dominan. Beberapa orang pengunjung terlihat tengah asyik bermain bilyar.

Saat tengah menikmati sedapnya red wine, masuk ke dalam pub sepasang lelaki dan perempuan. Si perempuan tampak seronok. Baju model kemben warna hitam membalut tubuhnya yang padat berisi. Belahan payudara menyembul dari balik kembennya yang ketat. Rok super mini membalut pinggulnya yang membulat buah pear, memamerkan kedua paha dan tungkainya yang mulus. Mereka mengambil tempat duduk di sebelah Elizabeth dan Robin. Si perempuan yang duduk di sebelah Robin memanggil bartender untuk memesan dua gelas margarita. Kemudian si perempuan mengambil sebungkus rokok dari dalam tasnya. Setelah menyelipkan sebatang rokok di antara bibirnya, ia mulai mencari-cari ke dalam tas, namun lighter untuk menyalakan rokoknya tidak berhasil ditemukan. Si lelaki bukan seorang perokok rupanya, karena si perempuan kemudian berpaling ke arah Robin,

"Hai.. Maaf mengganggu.. Tapi lighter saya nggak ketemu nih.. Boleh pinjam lighter kamu?"
Rupanya si perempuan sempat memperhatikan Robin mengAntongi sebuah lighter.
"Oh boleh.. Silahkan.." kemudian Robin membantu menyulutkan rokok si perempuan dengan lighternya.
"Terimakasih.. Saya Cindy..", perempuan tersebut mengulurkan tangan seraya menghembuskan asap rokoknya. Robin pun menyambut jabatan tangan si perempuan yang berjemari lentik dengan kuku-kuku berkuteks warna merah terang, sewarna dengan lipsticknya.
"Perkenalkan.. Ini David," ia berkata sambil menggamit lengan teman lelaki yang datang bersamanya. Robin menjabat tangan David.
"Ini Elizabeth.." Robin memperkenalkan Elizabeth kepada Cindy dan David. Mereka pun segera terlibat percakapan.

Cindy dan David rupanya pasangan yang demonstratif dalam mengekspresikan kemesraan. Sepanjang percakapan, mereka berdua tidak hentinya saling belai, kadang-kadang saling kecup tanpa rasa sungkan. Di suatu saat, sambil menggelendot manja, Cindy membisikkan sesuatu ke telinga David. Kemudian David menyeringai dan menempelkan bibirnya ke bibir Cindy. Kali itu ciumannya lama. Mereka mulai berfrenchkiss dan bernafsu.

Elizabeth dan Robin jadi merasa jengah melihatnya. Ternyata pertunjukan mereka tidak hanya itu. Tangan Cindy mulai singgah di paha David dan sambil membisikkan kata-kata mesra mulai mengusap-ngusap dan bergerak naik ke pangkal paha David. Suasana pub yang mulai ramai tidak mengganggu mereka berdua. Elizabeth dan Robin pura-pura tidak memperhatikan tingkah mereka. Jemari Cindy yang berkuteks merah mulai mengelus-ngelus tonjolan di balik celana pada pangkal paha David. Karena dielus-elus dengan sensual, tonjolan tersebut jadi membesar.

Cindy tertawa cekikikan sambil mendekatkan mulutnya ke telinga David, mungkin membisikkan sesuatu yang cabul, karena wajah David kemudian bersemu merah dengan seringai penuh arti. David menciumi samping leher Cindy, kemudian salah satu lengannya yang melingkari pinggang Cindy mulai bergerak turun ke paha. Karena rok Cindy super mini, maka tangannya segera menyentuh kulit paha Cindy yang telanjang. Belaiannya bergerak ke bagian dalam paha Cindy. Tangannya masuk ke dalam rok mini Cindy. Kedua paha Cindy agak membuka membiarkan tangan David menyinggahi pangkal paha di balik rok mininya.

Terlihat lengan David bergerak-gerak di situ, jemarinya mengorek-ngorek apa yang ada di balik celana dalam Cindy, itu pun apabila Cindy mengenakanya. Cindy menggelinjang dan tertawa cekikikan. Mereka kini berpelukan rapat tidak memedulikan orang-orang di sekitar. Mereka tidak mampu membendung nafsu berahi yang kadung tersulut. Mereka segera bangkit dari kursi.

"Waduh.. Jadi kebelet pipis nih. Ditinggal dulu yaa.." Demikian Cindy berkata kepada Elizabeth dan Robin seraya menarik lengan David.

Robin melirik Elizabeth dan berkata, "Taruhan, mereka pasti akan melakukannya di toilet."
Elizabeth menjawab, "Mereka berdua benar-benar pasangan hot yang nggak tahu malu."
Robin menyeruput red wine di gelasnya, kemudian sambil memutar-mutar gelas berkata, "Rasanya aku ingin pipis juga nih sekarang.. Tunggu sebentar ya sayang, aku mau ke toilet dulu."
"Okay." Jawab Elizabeth ringan.

Robin pun beranjak dari kursinya menuju toilet. Sebenarnya ia tidak berniat buang air kecil. Ia mau membuktikan dugaannya tentang kegiatan yang akan dilakukan Cindy dan David di toilet.

Toilet wanita dan toilet pria bersebelahan. Robin memperkirakan Cindy dan David menggunakan toilet wanita. Letak toilet berada di bagian belakang bangunan utama, terpisah oleh jalan setapak. Keadaan saat itu sepi hingga aman bagi Robin untuk menyelinap ke dalam toilet wanita tanpa seorang pun memergoki. Di dalam toilet wanita terdapat vas bunga segar di atas meja, dua buah kursi kayu, meja marmer dengan wastafel serta cermin besar menempel di dinding. Di situ terdapat empat ruangan bersekat-sekat. Di salah satu ruangan dengan pintu tertutup terdengar samar-samar desahan dan suara-suara.

Robin segera masuk ke ruangan persis di sebelahnya dan menutup pintu. Kebetulan sekat di antara ruang toilet tidak terlalu tinggi hingga apabila Robin naik ke atas kloset, ia akan dapat melihat kegiatan di ruang sebelah. Dengan perlahan dan hati-hati Robin naik ke atas kloset dan menongolkan kepalanya dari balik sekat. Pemandangan mendebarkan pun ia lihat. David tengah menciumi leher dan payudara Cindy yang telanjang. Kemben Cindy merosot hingga pinggang.

Cindy menyender di dinding dengan satu kaki naik ke kloset. Kepalanya tengadah dan matanya setengah terpejam, mendesah-desah nikmat. Tangan yang satu mencengkeram penis David, mengocok-ngocok. Celana dan kolor David merosot hingga ke mata kaki. Tangan yang satunya lagi berpegang di lengan David. David terlihat sangat bernafsu melahap payudara Cindy. Tangannya yang satu singgah di selangkangan Cindy, bergerak-gerak memainkan jemarinya di belahan vagina Cindy. Tangan yang satunya lagi mencengkeram kencang pantat Cindy. Rok mini Cindy tersingkap seluruhnya ke pinggang. Karena terbuat dari bahan denim yang kaku, maka rok yang tersingkap ke atas tetap di tempatnya. Tidak terlihat celana dalam wanita dimanapun. Rupanya Cindy memang sama sekali tidak mengenakannya.

Mereka berdua mendesah-desah tertahan, menikmati rangsangan dan rabaan pada alat vital masing-masing. Cairan meleleh di selangkangan Cindy. Colokan jemari David di lubang vaginanya menimbulkan bunyi-bunyian. Penis David yang memerah terlihat panjang dan besar di dalam kocokan tangan dan jemari Cindy. Kemudian Cindy duduk mengangkang di atas kloset yang tertutup. Bibir vaginanya ditumbuhi rambut tebal keriting yang basah kuyup, terbuka memamerkan klitoris yang kemerah-merahan. Tangannya terus saja mengocok penis David. Perlahan David duduk mengangkang di atas pangkuan Cindy, sambil mengarahkan penisnya yang panjang dan besar ke vagina Cindy. Robin menelan ludah membayangkan nikmatnya penis menerobos lubang sempit vagina.

Pada pompaan pertama penis David, Cindy mengerang keenakan. Kemudian menyeringai nikmat tanpa suara pada pompaan-pompaan berikutnya. Terlihat pantat David yang kekar bergerak naik turun di atas pangkuan Cindy. Penisnya yang tegang menggesek-gesek di lubang vagina Cindy. Sesekali ia melakukan gerakan memutar pinggul sambil membenamkan penisnya sedalam mungkin. Kedua kaki Cindy dengan sepatu hitam berhak tinggi menjejak di atas lantai toilet menahan pompaan David. David terus mengeluar masukkan penisnya, mula-mula lambat dan kemudian makin cepat dan bersemangat.

David mengontrol dorongan pinggulnya dengan menahan kedua kakinya yang menjejak lantai agar pompaan penisnya terasa lebih nikmat. Sambil memompa dada David menempel ketat kedua payudara montok Cindy. Kedua tonjolan payudara beserta puting yang menggesek-gesek dadanya semakin membangkitkan nafsunya. Kedua tangan Cindy mencengkeram kedua belah pantat David, membantu agar hunjaman penis David semakin dalam di vaginanya. Cindy orgasme dengan erangan tertahan. Setelah itu David semakin mempercepat pompaan penisnya, sampai akhirnya tercapailah apa yang menjadi tujuannya bersama Cindy di toilet tersebut.

Untuk sesaat David membiarkan penisnya terbenam lebih dalam menikmati hangat jepitan otot vagina Cindy seiring ia berejakulasi. Setelah puas, David pun mencabut penisnya.

"Oooh.. Thanks honey.. You're so wonderful."

David berkata sambil menaikkan kolor dan celananya. Cindy tidak berkata-kata, ia mengeringkan selangkangannya dengan kertas tissue, menurunkan rok mininya kembali dan membenahi letak kembennya. Sebelum mereka menyadari kehadirannya, Robin segera turun dari atas kloset, membuka pintu dengan hati-hati, dan menyelinap diam-diam keluar dari toilet untuk kembali ke dalam pub menemui Elizabeth.

Bersambung ......




Komentar

0 Komentar untuk "Penjahat kelamin - 1"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald