Score kami nol-nol - 2

0 comments

Temukan kami di Facebook
Tanpa aba-aba ia membuka mulutnya dan melahap kepala bajaku, dikulumnya dengan lembut, lidahnyapun kurasakan menyapu-nyapu semua bagian kepala kemaluanku. Tak lama kemudian kurasakan adanya sedotan yang kuat pada kepala kemaluanku hingga agak sakit, akupun melirik lagi kebawah, kulihat mulutnya menjadi kempot sekali. Sambil tetap menjaga tekanan sedotannya itu, tangan kanannya kini mulai meninggalkan pangkal batang kemaluanku, merayap kearah dadaku. Lagi-lagi puting kiriku jadi sasaran jepitannya.
Aahh..
Luar biasa sekali Sheena ini, tangan kanan menjepit putingku, tangan kiri membelai kedua biji kemaluanku sedangkan mulutnya menyedot keras kepala kemaluanku. Lalu Tiba-tiba saja ia melepas sedotannya dan berkata,
"Rasain.. Gimana?? Enak nggak??"
Dengan lemas, aku menjawab, "Iya, aduh enak banget, aku jadi cemburu sama pacarmu"
ia tersenyum sambil berkata, "Mau lagi??"
Tanpa pikir lagi kujawab, "Iya.. iya dong Say"

Sambil menatapku, kepalanya bergerak turun, mulutnya diarahkan ke batang kemaluanku. ia sengaja hanya membuka sedikit saja mulutnya sehingga agak sesak dimasuki batang kemaluanku. Kali ini ia tidak berhenti di topi bajaku saja, ia mencoba memasukkan sepanjang mungkin batangku ke mulutnya. Meskipun batang kemaluanku bukan yang terpanjang di dunia, tetap saja tidak bisa masuk semuanya. Pelan-pelan ditarik keluar sampai ke leher batang kemaluanku, lalu dimasukkan kembali dengan cepat sambil matanya menatapku. Sensasi yang timbul sungguh luar biasa dan selalu kuingat. Wanita yang satu ini memang lain dari yang lain. Akhirnya aku menjadi tidak tahan lagi. Aku membalikkan tubuhku sedemikian rupa sehingga ia berada di bawahku, lalu kubuka kedua pahanya dan mengarahkan ujung kemaluanku pada celah vaginanya.

Ah.. Kurasakan batang kemaluanku pelan-pelan menerobos celah vaginanya yang seret. Masih kuingat rintihannya. Kuteruskan tekananku sampai kurasakan ujung kemaluanku menyentuh sesuatu yang agak padat. ia masih terus merintih. Aku tak tahu apa itu, namun tusukanku kuhentikan dan kudiamkan dulu. Kedua tangannya kupindahkan keatas kepalanya lalu kepegang kuat sambil merapatkan tubuhku keatas tubuhnya kemudian kupompa dia cepat sekali, secepat yang kumampu. Tubuhnya terpental-pental akibat pegas ranjang dan akibat timpaan-timpaan tubuhku. Kedua tangannya tak dapat digerakkan karena kupegang kencang.

Sheena hanya dapat menggeliat sambil sedikit menggoyang pantatnya. Sengaja kutindih rapat tubuhku agar sebanyak mungkin kulit kami bergesekan. Selama pacuan kami berdua tidak mengambil napas. Untuk itu selalu kuselang pelan agar kami berdua dapat ambil napas dulu lalu memacu lagi dan seterusnya. Disaat pacuannya kuredakan, kami berdua menengok ke cermin melihat tubuh-tubuh telanjang kami berdua dengan batang kemaluanku tertancap ke dalam lubang kemaluannya. Sambil melihat ke cermin, kami lanjutkan masuk keluarnya batang kemaluanku secara perlahan. Aku rasa kami berdua tidak mungkin bisa melupakan saat-saat indah itu. Sampai saat ini bayangan di cermin itu masih kuingat.

Sheena memujiku, "Ari.. kamu luar biasa.. aku nggak sangka ada yang bisa kaya gini."
"Ah rasanya biasa saja kok.. mungkin yang lain juga sama, kayaknya memang suami kamu yang agak kurang tahan" jawabku, sambil tetap mengayun batang kemaluanku keluar masuk lubang kamaluannya. Kadang-kadang ayunan pantatku kubuat cepat sekali hingga ia menjerit,
"Aduh.. awh.. Ari gila.."
Kami berdua terus berperang dalam posisi itu. Peluh telah membasahi kedua tubuh kami, terutama punggungku dan celah buah dadanya. Gesekan tubuhku dan tubuhnya kini menjadi licin karena keringat. Tidak terasa jam sudah lebih dari 12.00 artinya sudah hampir 1 1/2 jam dan kami masih saja dalam posisi yang sama. Aku mulai sadar bahwa memang Sheena ini agak susah untuk dibikin keluar. Bisa jadi dulu Sheenapun berpikir serupa padaku.

Karena terus-terusan berada pada posisi push-up kedua tanganku mulai kecapaian. Rupanya iapun tahu makanya ia bilang, "Capek ya? Coba sekarang kamu diam dulu ya."
Akupun diam sejenak dengan batang kemaluanku masih terbenam ke dalam lubang kemaluannya. Tiba-tiba kurasakan adanya jepitan kencang melingkari batang kemaluanku, padahal baik tubuhku dan tubuhnya sama sekali tidak bergerak. Sejujurnya selama menikah belum pernah kurasakan yang demikian.
ia lalu bilang, "Mas, coba tarik sekarang."
Akupun lalu menarik batangku. Oh.. sensasinya luar biasa.. begitu topi bajaku mencapai "cicin penjepit" miliknya terasa sulit untuk ditarik keluar, akhirnya aku masukkan kembali. Sheena tersenyum penuh kemenangan melihat keherananku.

ia bilang, "Terus terang dari tadi aku tidak pakai jepitanku karena aku takut kamu keluar dahulu padahal aku belum apa-apa, sekarang aku tahu kamu kuat juga, makanya aku nggak nganggap remeh lagi, nah sekarang gantian kamu yang dibawah ya."
"Ehm, aduh.. tangan sudah pada capek nih," jawabku bebalik sambil memeluk tubuhnya agar penisku tidak lepas dari vaginanya.

Rupanya Sheena ingin "ajar adat" padaku. Dengan masih tertancap batang kemaluanku, ia melipat kedua kedua tanganku keatas kepalaku dan dipegang dengan kedua tangannya. Mulutnya langsung menyumpal mulutku sambil mengayun pantatnya naik turun sampai ke leher topi bajaku. ia selalu menarik dengan perlahan namun menurunkannya dengan cepat demikian seterusnya. Kedua buah dadanya mengesek-gesek dadaku. Mataku kini menutup karena nikmat yang kurasakan. Melihat aku masih dapat bertahan ia lalu meningkatkan irama serangannya, kini ditambah lagi dengan jepitannya yang luar biasa itu. Seretnya gesekan dengan batang kemaluanku membuatku megap-megap. Untuk pertama kalinya aku yang mengerang panjang untuk bertahan, "Uh.." agar tidak sampai keluar dahulu.

Kurang lebih 10 menit aku "menderita diperkosa" dengan serangan-serangan dahsyat darinya tanpa stop sama sekali namun untungnya aku masih bertahan, meski sedikit lagi aku pasti akan "keluar". Sheena lalu pelan-pelan mengurangi kecepatan naik turunnya bahkan didiamkan batang kemaluanku di dalam vaginanya namun jepitannya justru dikeraskan hingga batangku rasanya seperti diperas.

Mulutnya dilepaskan dari mulutku, terus turun hingga mencapai puting susuku. Sambil tetap menjepit batang kemaluanku, ia menyedot putingku. Oh.. rasanya aku hampir di puncak rangsangan, penisku sudah berdenyut. Melihat aku sudah 'tidak karuan lagi' ia meningkatkan lagi serangannya dengan menaik-turunkan pantatnya sambil tetap menjepit, inilah senjata pamungkasnya.
Mati-matian aku bertahan, "Enghh.. enghh" karena aku tidak mau ia menjadi pemenang dalam ronde pertama ini. Aku beruntung rupanya Sheena tidak begitu kuat kalau mengayun non-stop terus sambil berada di atas karena memang sangat memakan tenaga.

Lebih dari 15 menit sudah lewat, score kami masih nol-nol belum ada yang keluar. Sheena collapsed di dadaku dengan kemaluannya masih tertancap penisku yang masih tegang, napasnya memburu karena olah raga push-up naik turun tadi.
Pikirku "Huh.. kalau saja dia bertahan menyerang aku sedikit lagi, pasti aku sudah keluar.."
Dengan napas yang masih memburu ia berkata, "Haduhh gila kamu Ri, tahu nggak cowokku itu kalau aku jepit sambil naik turun kaya tadi, nggak aku sedot putingnyapun dia sudah keluar dari tadi-tadi. Kamu ini bener-benar edan."
Dalam hati aku bilang, "Aku sudah hampir K.O. lho" lalu kujawab, "Iya, tapi aku tadi juga udah kelengger kok akibat serangan kamu. Sekarang jelas bahwa memang kamu agak nggak normal. Itu jepitannya kok bisa gitu? Aku nggak pernah tahu ada yang bisa begitu?"
"Memangnya istrimu nggak pernah ngejepit?" tanyanya.
"Jujur, aku nggak pernah ngalami bahkan nggak pernah tahu kalau ada yang bisa kaya kamu"
"Udah ah.. ngomomg gombal melulu.."
"Ya udah.. kita mulai lagi ya. Sekarang gantian lagi, aku di atas ya"

Kupeluk tubuhnya lalu kami berdua berbalik dengan tetap menjaga agar batang kemaluanku tetap menancap di vaginanya. Cairan beningku dan cairan vaginanya sudah membasahi bulu-bulu kemaluanku dan seluruh daerah kemaluannya.
Sheena lalu punya ide, "Mas coba cabut dulu deh"
"Lho kenapa??"
"Cabut aja dulu, nanti juga tahu"
Pelan-pelan kucabut batang kemaluanku yang masih tegang namun licin dan memerah di sekitar leher dan topi bajanya.
"Mas.. masukin lagi deh"

Akupun nurut saja. Karena baru dicabut, lubangnya masih terbuka sehingga mudah diarahkan. Namun kurasakan ada yang lain karena kepalanya kini tidak bisa masuk sampai ke dalam karena tertahan "cincin penjepitnya" itu. Kucoba lagi dengan menekan yang lebih kencang, tetap tidak ada hasilnya. Rasanya ukuran kemaluanku tidak besar-besar amat, tapi nyatanya meski masih tegang mengeras, sudah ada pelicin dan sudah ditekanpun masih belum bisa lewat 'cicin' miliknya.
Akhirnya aku bilang, "Oke.. untuk yang ini aku nyerah. Buka dikit dong sayang".
Sheena tertawa kemenangan, lalu kurasakan cincinnya melonggar sedkit. Tanpa buang waktu, aku tekan lagi, kali ini masuklah batang kemaluanku. Setelah melewati cincin penjepitnya itu, jepitannya dikeraskan lagi.

Inilah kelebihan Sheena yang tidak kujumpai pada wanita lain. Kali ini aku meminta ia memeluk tubuhku dengan erat saat aku memompa lubang kemaluannya. Setiap batang kemaluanku masuk, ia selalu heboh ngucapin, "Awhh.. kamu gila.. awhh.. kamu gila.."
Lebih dari 20 menit non-stop aku memompa batang kemaluanku masuk keluar lubang vaginanya, belum ada tanda-tanda ia akan "keluar". Aku mulai capek lagi dengan posisi push-up. Keringatpun keluar tidak sedikit, padahal kamar berAC.

Haus mulai terasa karena keringat dan cairan tubuh yang keluar terus menerus. Tidak terasa jam sudah menunjukkan hampir jam 1, artinya hampir 2 1/2 dua setengah jam non-stop bersenggama, score kami masih nol-nol. Ini sudah mulai lewat jam makan siang. Meskipun rasanya tanggung, bercinta sambil perut lapar juga tidak enak, jadi meskipun terpaksa, ya kami sepakat peperangan ditunda. Meskipun batang kemaluanku sudah dicabut, aku dan Sheena masih malas mau pakai baju lagi dan turun untuk makan, akhirnya kami minta agar makan siang diantar saja kekamar.

Sambil menunggu makanan diantar, kami saling memeluk dan berciuman. Iseng-iseng aku masukkan jari telunjukku ke dalam vaginanya lalu kudiamkan dan memintanya untuk menjepit sekerasnya. Dengan jujur kurasakan jepitan keras di jari telunjukku. Ini sungguh luar biasa, bayangkan jari telunjuk yang begitu kecil, bisa dijepit keras, apalagi batang kemaluanku, jelas saja tadi tidak bisa masuk waktu cincinnya sengaja dikecilkan.

Sesaat kemudian Sheena menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh dan vaginanya. Akupun akhirnya ikut masuk ke kamar mandi untuk shower. Sheena lalu membersihkan batang kemaluanku yang masih tegang sambil terus mengelus-elusnya. Sayangnya sebelum sempat Sheena memberikan kuluman mautnya, bel kamar berbunyi, pelayan hotel telah tiba membawa menu makan siang yang kami pesan tadi.

Pembaca sekalian, selesai makan siang kami kembali bercinta dengan panas. Karena cairan beningku sudah keluar banyak, aku jadi makin sulit untuk mencapai puncak. Sampai jam 5 sore, score kami tetap nol-nol. Pembaca dapat menghitung sendiri berapa lama kami bercinta.

Dengan berbagai gaya yang dicoba, aku tetap tidak mampu membuat Sheena orgasme. Sebaliknya juga karena tidak mau mengalah, aku juga tidak berhasil dibuat orgasme olehnya. Mengingat kami berdua harus pulang ke rumah jika tidak ingin dicurigai oleh istriku maupun oleh pacarnya, dengan berat hati kami berdua terpaksa berhenti menerima score NOL-NOL.

Menjaga agar selingkuh tetap tidak ketahuan sangatlah sukar, kesalahan kecil saja sudah cukup untuk membuat masalah. Pada akhirnya aku dan istriku kini telah separated dan saat ini menunggu proses divorce.

Pembaca sekalian, kiranya demikian dulu ceritaku ini, akan aku lanjutkan lagi, karena tentunya pembaca mungkin ingin tahu siapa pemenang diantara kami. Bagi pembaca wanita yang ingin diskusi, bagi cerita pengalaman, atau kenalan, jangan ragu kirim email ke email saya. Sejak krismon yang lalu, saya tinggal di Australia, namun masih suka datang ke Bali dan Jakarta.

E N D




Komentar

0 Komentar untuk "Score kami nol-nol - 2"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald