My true story

0 comments

Temukan kami di Facebook
Nama saya Alfian (26), mungkin cerita yang akan kutulis ini agak lain. Biar bagaimana, buat yang sudah meluangkan waktu untuk membaca ceritaku ini aku ucapin terima kasih banyak. Pada dasarnya apa yang kutulis di sini adalah kisah nyataku sampai aku terjun di dunia "Gay" seperti sekarang ini. Meski boleh dibilang aku masih setengah-setengah, tapi insting "Gay" ada di benakku.

Aku mulai menjadi "Gay" atau "Bisex", terserah apa sebutannya mungkin sekitar 1,5 tahun (sekitar akhir tahun 2001) yang lalu, saat aku mulai bekerja di pekerjaanku sekarang ini. Aku hanya staff biasa yang pekerjaannya lebih banyak di lapangan mencari klien. Aku mengetahui ada banyak kehidupan "G" setelah aku bertemu dengan beberapa klienku yang mana aku nilai mereka "G". Kemudian aku pun mulai mencuri-curi waktu di kantor untuk sekedar membuka situs "G". Langkahku kian berani dengan aku chatting di room "G". Tak butuh waktu lama, hanya sekitar seminggu aku pun kenal seseorang. Tapi aku belum berani untuk bertemu dengannya hingga suatu saat dia menelpon ke ponselku. Aku sempat kaget, karena suara di seberang ponselku seperti pernah aku kenal. Dn aku pun langsung menebak siapa pemilik suara di balik ponselku. Aku yakin, dari nada suaranya dia sempat kaget saat aku tebak siapa dia, apa pekerjaannya dan dimana kantornya. Dia, sebut saja namanya "Budi", salah satu klienku meskipun dia tetap menyangkal tapi aku yakin insting-ku saat itu benar. Akhirnya, Budi pun ngajak ketemu di suatu tempat. Dan, aku pun beranikan diri untuk menerima tantangannya untuk bertemu.

Sepulang kantor, aku pun langsung menuju tempat yang telah ditentukannya yaitu salah satu cafe di Jakarta Pusat. Dan, apa yang aku perkirakan ternyata memang benar. Dia adalah klienku, Budi. Rasa malu, canggung dan takut terus menghantuiku. Tapi kulihat dia tetap santai dan tenang hingga akhirnya aku pun menyesuaikan diri. Kami pun ngobrol sekitar satu jam lamanya. Sebelum aku berpisah dengannya, dia sempat nantang aku untuk datang ke rumahnya, tapi kutolak karena besok aku juga mesti bertemu dengannya di kantornya di bilangan Sudirman. Setibanya di kantorku, fikiranku justru terganggu dengan tantangan Budi hingga akhirnya aku beranikan diri untuk datang ke rumahnya. Setiba di rumahnya, dia langsung mengajakku ke kamarnya kemudian dia pun langsung mendaratkan bibirnya ke bibirku. Dus, untuk pertama kalinya bibirku disentuh bibir seorang pria. Di dalam kamar itulah, pengalaman pertamaku bercinta dengan sesama jenis tertulis. Tak ada nikmat yang kurasakan di sana karena perasaan canggung dan takut terus membayangiku. Yang kulakukan saat itu hanyalah aku tidak ingin membuat Budi kecewa. Itu saja.

Di dalam kamarnya yang cukup besar menurutku, aku hanya duduk di sofa yang ada di kamarnya. Sementara itu, setelah dia puas dengan menciumiku lalu dia mulai menelanjangiku hingga tak sehelai benang pun nempel di tubuhku. Jilatan budi terus menyusuri puting, perut, pusar sampai pada batang kemaluanku yang saat itu belum terbangun dari tidur. Aku juga heran, kendati Budi telah begitu ganas menyerangku dengan jilatan-jilatan yang mungkin cukup nikmat tapi itu tak cukup untuk membangunkan kemaluanku. Baru setelah 25 menit lamanya kemaluanku mulai mengeras. Itu pun setelah lama di kulum Budi. Lalu, kami pun beranjak pindah ke spring bed. Di situlah Budi nampak seperti Singa lapar. Begitu ganasnya dia melumat kamaluanku dan mempermainkan lidahnya di lubang pantatku. GELI, itu yang kurasakan saat itu. Bagiku, pergumulan itu terasa sangat lama sekali dan aku pun belum memuntahkan lahar putih dari kemaluanku. Budi nampaknya tak patah semangat, dia terus membuatku terangsang hingga akhirnya di menit ke 57 pertahananku pun jebol juga. Di dalam mulutnya, kemaluanku memuntahkan air putih yang cukup kental. Kulihat sepintas wajah Budi berseri penuh kemenangan. Setelah menelan apa yang baru saja masuk ke mulutnya, dia pun tersenyum sambil berkata, "Ough, pejumu enak sekali Fi", hanya kalimat itulah yang kudengar dari mulutnya.

Sejak kejadian itu, aku pun sempat shock. Kejadian itu terus terlintas di fikiranku dan membuatku takut. Dalam ketakutanku itulah muncul suatu keberanianku untuk sekedar mengetahui apa dan bagaimana dunia "G" ini, khususnya di Jakarta ini. Berbagai buku dan internet pun seakan menjadi alat bagiku untuk mengorek apa yang aku cari. Setelah sekitar 4 bulan aku pelajari, rasanya aku pun semakin tahu siapa diriku ini sebenarnya. Kendati pencarianku hanya sebatas membaca, namun bagiku itu sudah cukup. "Aku mulai menyukai laki-laki", itu yang kurasakan kendati saat itu statusku tidak single lagi karena aku telah bertunangan.

Sejak itu aku mulai beranikan diri untuk mencari teman senasib denganku. Aku pun mendapatkannya dan berani untuk menemui mereka (yang ternyata bukan seorang saja). Kami bertemu di Jl. S, Jakpus. Jalan yang selalu ramai kalau malam hari. Kaget, itu yang kurasakan saat bertemu dengan mereka (jumlahnya 4 orang sebut saja Okta, Coqie, Daniel dan Heru). Penampilan mereka sangat rapi dan bukan dari golongan kebanyakan. Dari style-nya saja aku bisa menilai mereka cukup mapan, sementara aku? Hanyalah orang desa kebanyakan. Tak ada yang istimewa dalam diriku apalagi bisa kutunjukkan ke mereka. Mereka keren-keren. Sementara aku? baik wajah, kulit maupun tubuhku tak ada yang menarik sama sekali. Ini membuat aku merasa minder berhadapan dengan mereka. Kendati mereka cukup welcome, tapi akhirnya aku pun tak berani lagi untuk bertemu dengan mereka, hanya say hello via SMS saja.

Pengalaman bercintaku yang kedua dengan sejenis justru terjadi bukan dengan temaku tapi dengan orang asing. Saat itu adalah hari sabtu. Kendati hari libur kerja, tapi aku sering main ke kantor. Sepulang dari kantor, aku bermaksud untuk mencari peralatan listrik yang aku butuhkan di daerah Jakarta Pusat. Tepat di depan kantorku, saat aku berjalan di trotoar tiba-tiba ada seorang asing menenggorku dari belakang. Dia minta maaf dan urusan pun selesai. Dia pun berlalu begitu saja dan aku kembali dengan jalan dan tujuanku. Tapi, tiba-tiba dia yang sudah jalan mendahuluiku berbalik dan menghampiriku. Dengan logat Inggerisnya, dia menanyakan jalan menuju ke suatu tempat (Mal) di Jakpus. Aku pun lalu menunjukkan arahnya tanpa menaruh perasaan apapun di benakku. Entah apa yang ada di benaknya, dia pun mengajakku berkenalan. Sebut saja namanya Azis, asal Iran. Setelah kenalan, kupikir dia akan melanjutkan perjalannya sendiri tapi ternyata dia terus menjejeriku dan ngajak ngobrol. Kebetulan aku pun mau menuju ke tempat yang sama, akhirnya kutawarkan untuk mengantarkannya. Sesampainya di Mal, aku memang tidak masuk karena aku hanya ingin beli peralatan listrik di sekitar Mal tersebut.

saat aku sedang membeli peralatan yang kubutuhkan tiba-tiba Azis masih berada di belakangku. Dia mengikutiku! Lalu, kutanya apa yang akan dia beli di Mal tersebut dan dia pun menjawab ingin beli sepatu. Kuantar dia berkeliling di Mal namun dia tidak menemukan apa yang dia inginkan. Hari pun menjelang sore dan aku mesti pulang karena sudah menjelang malam. Aku tidak mengira ternyata Azis minta ikut. Tanpa berfikir apa pun, kuajak pula dia ke kostku di daerah Menteng. Lalu Azis mengajakku ngobrol dan ternyata dia orangnya asyik juga. Tak terasa, malam pun kian larut namun Azis tak jua pulang. Masa mau aku usir sih? Akhirnya dengan basa-basi kutawarkan saja dia tidur di kostku, kebetulan ada dua kasur di kamarku. Setelah agak malam, aku pun langsung merebahkan badanku di atas busa di lantai, sementara Azis di ranjangku. Meski aku merasa ngantuk, tapi mataku tak jua terpejam. Akhirnya kuputuskan untuk menonton TV saja. Kupikir Azis sudah terlelap karena tubuhnya tertutup rapat oleh selimut dan hanya kepalanya saja yang nongol, makanya aku nggak berani nyetel TV kenceng-kenceng.

Saat aku sedang tiduran sambil nonton TV, tiba-tiba Azis turun dari ranjang dan memelukku. Ups, aku terkejut karena Azis hanya memakai CD saja. Dia terus memelukku dengan erat dan aku pun tak kuasa untuk menolaknya. Perasaan canggung dan takut pun coba kubuang jauh. Aku mencoba untuk menikmatinya. Toh, dinikmati atau tidak ini tetap dosa bagiku. Melihat tak ada perlawanan dariku, Azis semakin berani dengan mulai menciumiku dan menjilati tubuhku. Kuakui, batang kejantanan Azis memang super gede meski dari segi tubuh masih tinggi aku. Memang benar kata orang, orang Arab memiliki alat kejantanan yang wouw. Pergumulan pun tak dapat terhindarkan malam itu. Meski itu pengalamanku yang kedua tapi ada yang pertama kali baru aku rasakan yaitu lubang anusku yang ditempak "Rudal" super gede. Sakit tentu kurasakan. Bahkan, darah pun sempat kulihat mengalir dari anusku. Tapi, pelan-pelan Azis membimbingku hingga rasa sakit itu berganti dengan rasa nikmat luar biasa.

Malam itu, Azis nampak seperti Srigala yang kelaparan. Semua tubuhku dilahap habis, pun dengan batang kejantananku. Rugi, pikirku kalau aku tak meladeninya. Lalu, aku pun mulai mengimbangi permainannya. Kucium dan kulumat seluruh tubuhnya yang berbulu. Perutnya yang datar dan putingnya yang menegang semakin menambah gairahku. Kumainkan putingnya dengan lidahku sambil sesekali kugigit, sama seperti yang dia lakukan terhadapku. Lalu, jilatanku pun beranjak menuju ke bawah, tempat dimana "Rudal" itu ditempatkan. Aku pun semakin terhanyut dalam permainan. Hingga tiba saatnya dia meminta ijinku untuk menembak anusku. Meski takut, akhirnya kuiyakan saja. Itu pengalaman pertamaku dan selanjutnya tentu Anda semua sudah bisa membayangkannya sendiri. So, aku tak perlu cerita panjang lebar di sini.

Begitulah cerita pertamaku saat aku mulai terjun di dunia "G". Terima kasih banyak mau membaca artikelku ini.

"Lakukanlah apa yang kamu inginkan, bukan yang kamu bayangkan".
Kalau kamu lapar, tentu kamu INGIN makan, tapi kamu pasti MEMBAYANGKAN mau makan enak dan di resto. Jadi, lakukan saja apa yang kamu inginkan.

Tamat




Komentar

0 Komentar untuk "My true story"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald