Nini yang misterius - 1

0 comments

Temukan kami di Facebook
Pada pertengahan tahun 1996, aku sedang makan siang di cofee chop sebuah hotel di bilangan Sudirman dengan seorang account executive untuk urusan pelaksanaan promosi produk perusahaan dimana aku bekerja. Kami duduk di meja dekat pintu masuk dan aku mengambil kursi yang menghadap ke dalam.

Selesai menikmati makanan yang kami pesan, kami melanjutkan pembicaraan sambil minum kopi. Aku tidak sadar bahwa berjarak 3 meja searah pandanganku, duduk sekelompok tamu yang terdiri dari 3 wanita dan 2 pria. Lurus dengan pandangan mataku tampak seorang wanita cantik sekali berwajah indo yang kuperkirakan berumur 28 tahunan. Saat pandangannya tepat beradu dengan mataku, kulempar senyuman kecil di bibirku. Beberapa kali pandangan kami bertemu karena memang arahnya yang sama.

Aku pergi ke kamar kecil. Sebelum aku berdiri, aku melirik dengan sudut mataku ke arah wanita tersebut lalu kutinggalkan meja menuju toilet pria yang terletak di ujung lorong belakang resepsionis hotel. Pada saat aku selesai dengan urusanku di toilet, aku keluar dan kembali ke arah coffee shop. Belum jauh aku melangkah, tampak sang wanita cantik itu berjalan juga ke arah toilet hingga kami berpapasan.

"Hai.. Sudah selesai makannya?" sapaku iseng.
"Virano namaku, boleh berkenalan?" Mendadak keberanianku timbul sambil kuulurkan tanganku.
"Nini, baru selesai.. Sebentar lagi jalan.., kamu masih lama?" katanya sambil menjabat tanganku.
"Sebentar lagi juga selesai, lalu kembali ke kantor" jawabku.
"Hubungi aku ya.." katanya sambil memberi secarik kertas yang telah dipersiapkannya dan telah dilipat menjadi kecil yang langsung kumasukkan ke kantongku.

Tak lama kemudian kutinggalkan coffee shop tersebut tanpa melirik lagi kepadanya dan aku kembali ke kantor, meneruskan pekerjaanku. Malamnya di rumah, seperti biasanya aku keluarkan seluruh isi kantongku dan meletakkannya di meja kerjaku tanpa memperhatikan satu persatu, tetapi tidak kubuang. Biasanya, setelah beberapa hari paling lama 2 minggu, aku selalu membersihkan meja kerjaku di rumah dengan memperhatikan isi kertas yang ada satu persatu sebelum aku membuangnya. Saat kubereskan 10 hari kemudian, aku menemukan secarik kertas terlipat kecil yang diberikan oleh Nini yang berisikan sebuah nomor telepon rumah. Untung saja aku temukan karena kalau tidak aku sudah lupa dengannya. Langsung saja kumasukkan dalam memory HP-ku. Malamnya kucoba menelepon Nini. Ternyata dia tidak di rumah. Keesokan paginya aku mencobanya lagi.

"Hallo, bisa bicara dengan Nini?" tanyaku di telepon.
"Nini di sini, dengan siapa" tanyanya kembali.
"Virano, baru bangun ya?" kataku.
"Hai.., kok lama baru telepon, aku tunggu sejak kita ketemu lho, nanti sore ada acara nggak?, tanyanya.
"Justru aku telepon mau ngajak ketemu, jam 7:30 gimana?" tanyaku.

Sorenya aku menuju ke sebuah restoran di lantai 26 lantai paling atas sebuah gedung di bilangan Sudirman, sebuah restoran yang terkenal dengan steaknya dan bersuasana romantis dan agak remang pada malam hari.

Aku menunggu sekitar 15 menit sebelum Nini datang dengan anggunnya, berjalan dengan kaus putih atasan ketat tanpa lengan memperlihatkan tonjolan buah dadanya yang kuperkirakan berukuran 36B, rok mini bahan kulit ketat warna coklat, dengan tinggi lebih dari 170 cm, memperlihatkan bentuk kaki panjang yang indah menopang sepasang gundukan pantat bulat yang menggemaskan untuk segera diremas. Dengan rambut ikal tergerai sampai bahu, menunjang pancaran sinar menggemaskan dari wajah sexy menggairahkan yang mengundang minat setiap lelaki untuk segera mencicipinya saat memandangnya.

Dia mengambil kursi di hadapanku sehingga aku dapat memandang wajah sexynya sepuas-puasnya, apalagi dengan sinar lampu yang remang-remang hingga menambah gairah hangat yang terasa mengalir di sekitar pahaku. Aku memesan Rib Eye Medium Well dan Nini memesan Tenderloin Well Done beserta sebotol red wine. Kami mengobrol panjang lebar tentang dunia hiburan sampai dunia usaha dan ekonomi.

Nini adalah seorang wanita yang enak diajak mengobrol, pengetahuannya luas dengan gaya bicara serta body language yang mengagumkan sehingga membuatku sedikit terangsang. Selama pembicaraan, seringkali Nini memandang tanganku bila aku sedang meletakkan tanganku di atas meja, entah apa yang dipikirkannya.

Botol wine kami habiskan pada saat jam telah menunjukkan pukul 22:15. Tak terasa hampir 2 jam lebih kami berada di tempat itu. Kupanggil waiter untuk meminta bill. Setelah kubayar, kami berjalan menuju lift untuk menuju ke tempat parkir.

"Kamu ikuti mobilku ya.." bisiknya.
"Mau kemana?" tanyaku. Nini tidak menjawab pertanyaanku.
"Tuh mobilku" katanya sambil menunjuk sebuah Bulldog E Class warna putih yang diparkir dekat pos satpam.
"OK, mobilku itu" ujarku sambil menunjuk sebuah Honda Accord warna coklat tua.

Kami keluar dari tempat parkir menyusuri Sudirman ke arah selatan dan aku mengikuti Nini memasuki kompleks perumahan mewah dan hanya memerlukan waktu 10 menit untuk sampai di sebuah rumah yang besar. Seorang penjaga membuka pintu pagar dan Nini langsung memasukkan mobilnya ke garasi sedangkan aku sampai depan garasi saja. Tampak sebuah mobil lain tertutup kain di garasinya.

Aku diajak Nini masuk melalui pintu garasi lalu Nini mengambil sebotol wine dari lemari es-nya beserta 2 buah gelas dan menyodorkannya padaku. Aku tuang wine itu masing-masing setengah gelas dan kuberikan sebuah pada Nini. Lalu Nini menggandeng tanganku dan membawaku memasuki sebuah kamar. Kamar tidurnya yang besar mungkin berukuran 10 x 8 m, tampak lemari besar dengan berbagai hiasan, piagam dan foto. Satu set sofa dan kursi malas melengkapi isi kamar itu.

Aku tertegun agak lama karena kulihat sebuah bingkai foto besar di atas ranjang, foto Nini tanpa busana namun terkesan sangat artistik dimana Nini berpose dalam keadaan duduk, menaikkan sebelah kakinya untuk menutupi vaginanya serta kedua tangannya disilangkan untuk menutupi sepasang buah dadanya.

"Vir.., kenapa bengong.. Bagus kan fotoku? Mari kita minum lagi"

Cahaya redup menambah romantisnya suasana ditambah suara musik dari sebuah tape di pinggir ranjang dengan suara lembut di seluruh sisi kamar tersebut. Sound System yang bagus. Aku minum seteguk lalu dia mendorongku duduk di sofa yang ada senderan tangannya, gelas wine yang dipegangnya diberikan padaku.

"Kamu duduk di situ baik-baik ya, aku mau menari untukmu" suaranya lirih.

Suara musik berirama slow terdengar lembut, aku duduk di muka Nini. Musik semakin lama semakin menghentak. Nini menggoyangkan badannya mengikuti irama sambil menatapku tajam. Nini mulai menggerakkan tangannya. Berawal dari mulut, dibasahinya bibirnya dengan jilatan lidahnya. Dimasukkannya jari-jari tangannya lalu dihisap. Kunikmati adegan itu sambil menatap ke arah Nini. Dikeluarkannya sedikit desahan lalu diturunkannya tangannya ke bawah perlahan menyusuri tubuhnya.

Bergerak dengan lambat di buah dadanya, diremas-remas dengan nafsu yang mulai hadir membara. Tangannya pun mulai turun melewati perut ke arah bawah. Dipandanginya aku dengan mata penuh nafsu dan mulut mendesah-desah. Kakinya dibuka lebar lalu melangkah mendekatiku, satu kakinya dinaikkan ke kursi di antara kedua pahaku, rok mininya terangkat ke atas sehingga tampak celana dalamnya yang kecil hanya berbentuk segitiga menutupi liang vaginanya. Pantatnya diputar-putar sambil tangannya terus bergerilya di dadanya.

Kakinya dijulurkan menyentuh dan menekan penisku yang mulai menegang. Aku menarik kakinya, tapi Nini dengan halus menarik kembali kakinya hingga membuatku penasaran. Dia berbalik sambil mulai menarik kausnya ke atas melewati kepala. Tidak terlihat ada BH yang melingkar di dadanya hingga aku sempat heran karena sedari tadi aku tidak mengetahui bahwa Nini tidak mengenakan BH.

Dengan perlahan sambil tangannya meraba pantatnya sendiri, lalu Nini menjulurkan tangan, ditariknya kepalaku sambil membungkukkan badannya sehingga pantatnya berada hanya 10 cm dari hidungku. Dengan rok yang telah terangkat ke pinggul, tampak Nini hanya mengenakan G-String tipis. Nini memasukan 2 jari ke dalam vaginanya dan mengocoknya beberapa kali sambil kepalanya terus menoleh ke arahku. Aku memajukan kepalaku dan kupegang sambil kukecup pantatnya tetapi goyangan dan gerakan memutarnya yang lembut kembali menggagalkan usahaku.

Kembali dia melenggok dan memutar pinggulnya. Jarinya dikeluarkan dari vaginanya, disodorkan padaku dan segera kujilat dan kukulum kedua jari itu, lalu Nini mengocok jarinya di dalam mulutku. Penisku sudah ereksi dengan sempurna di dalam celanaku yang menggelembung. Aku berusaha untuk membuka celanaku, tapi Nini dengan sigap menarik kedua tanganku dan meletakkannya di pinggangnya. Aku mencoba memerosotkan G-Stringnya, tapi dengan erotisnya dia mencegahnya dengan menarik tali pinggir G-Stringnya ke atas.

Akhirnya Nini berjongkok dan mendorongku untuk bersandar, lalu dengan cekatan Nini membuka celana panjang dan celana dalamku melewati kedua kakiku hingga seketika penisku lepas terbebas dan langsung mencuat tegak ke atas.

"Woow.. Soo big.., it must be nice.." desah Nini perlahan.

Sambil tetap menggoyangkan pantatnya, Nini duduk di pangkuanku dan membuka kancing-kancing bajuku sampai aku telanjang bulat, sementara dia masih mengenakan rok yang telah terangkat sampai pinggang dan G-Stringnya.

"Nini.. You're soo great.., very nice breast" ujarku sambil mepegang lembut buah dadanya dengan kedua tanganku.
"Virano.. Very big.., I want to taste it, may I?" pintanya.

Nini memegang penisku sambil menundukkan kepala dan mulai mencium bibirku dengan lembut. Dijelajahinya bibirku dari ujung ke ujung. Lidahku mencari lidahnya namun dengan lihainya Nini menahannya di dalam sehingga aku hanya dapat menciumi bibirnya saja. Tiba tiba Nini menjulurkan lidahnya dan menghisap lidahku sehingga lidahku tertarik masuk ke dalam mulutnya.

"Oughh..", teriakku kaget.

Nini tersenyum nakal sambil turun dari pangkuanku. Dipegangnya penisku, bibir sexynya mulai mencium ujung lubang kecilnya lalu dijilatnya. Rasa ngilu terasa menyengat seluruh tubuhku. Kedua kakiku diangkatnya ke atas senderan tangannya lalu pantatku ditariknya sehingga aku terduduk di ujung sofa. Lalu Nini memasukkan jari tengah tangan kanannya ke mulutnya dan mengocoknya beberapa kali kemudian mencari anusku yang terbuka. Jarinya memutar di bibir anusku lalu didorongnya memasuki anusku.

Dijilatinya seluruh batang penisku, lalu diciumnya kembali ujung penisku sambil diberinya sedotan ringan yang semakin lama semakin keras sambil lidahnya tetap bermain di ujung lubang penisku. Dengan sedotan yang semakin keras, otomatis penisku masuk ke dalam mulutnya sedikit demi sedikit dan setengah panjang jarinya sudah berada di dalam anusku.

"Oohh.. Ni.. Feel soo great for me.., how can you?" deashku sambil kutengok ke bawah, Nini sedang berkonsentrasi melakukan teknik itu sambil matanya menerawang ke atas.

Dengan tekniknya, penisku semakin masuk ke dalam mulutnya, sudah 3/4 nya, sudah terasa sampai ke ujung dalam mulutnya. Nini mulai memutar kepalanya ke kiri dan ke kanan sambil terus menyedot penisku hingga terasa semakin masuk. Kulihat Nini menahan nafasnya dan terus berusaha untuk mendorong kepalanya ke bawah. Akhirnya seluruh penisku berhasil masuk ke dalam mulutnya sampai bibirnya dapat menyentuh dasar penisku yang berbulu. Jarinya tetap diam berada di dalam anusku.

"Ni.. ni.., Soo deep.., very.. Nice.." aku mendesah.

Nini telah menunjukkan keahlian oralnya padaku, tepi ternyata belum berhenti sampai di situ. Nini tetap menahan penisku di dalam mulutnya yang ujungnya telah masuk sebagian ke dalam tenggorokannya, lalu dia melakukan gerak menelan dengan mulutnya berkali kali dan mulai mengocok anusku dengan jarinya, semakin lama semakin dalam rasanya hingga penisku serasa dipijit-pijit, dikocok dan diperas. Anusku juga dikocoknya dalam-dalam.

Aku tidak dapat menggoyangkan pantatku karena tertekan oleh tangan kiri Nini. Gerakan menelan dan kocokan jarinya semakin lama semakin cepat hingga akhirnya terasa ada desakan sperma mendorong keluar dari penisku. Nini mengetahui hal ini hingga dia tekan jarinya sedalam mungkin lalu berhenti, demikian juga dengan mulutnya didorong sedalam-dalamnya sehingga bibirnya menekan dasar penisku bersamaan dengan keluarnya spermaku yang langsung masuk di tenggorokannya.

"Ni.. ni.. aahh.. i'm cumming.." jeritku.
"I never feel like this before.., very nice" ujarnya.

Tak terlihat ada sperma di mulutnya karena semuanya telah langsung tertelan di tenggorokannya. Dengan sangat perlahan dikeluarkannya penisku dari mulutnya sambil tetap menahan sedotan mulutnya, jarinya pun ditarik perlahan hingga menimbulkan rasa sangat nikmat pada anusku.

Bersambung . . . .




Komentar

0 Komentar untuk "Nini yang misterius - 1"

Posting Komentar

Boleh pasang iklan, link atau website, tapi dilarang menampilkan Nomer HP, Pin BB serta Email.

 

Rumah Seks Indonesia. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Church by Brian Gardner Converted into Blogger by Bloganol dot com Modified by Axl Torvald